Mengapa Ramadhan yang dalam sejarah senantiasa mengantarkan umat Islam pada kemenangan dan kejayaan, tetapi pada saat ini nyaris tiada sedikitpun menggugah nasib umat yang besar ini. Kenapa ramadhan bagi ummat islam hari ini seperti sebuah agenda rutin tahunan yang tidak menjadikan peningkatan setelahnya?
Mungkin semua ini disebabkan karena perbedaan kualitas kaum muslimin dalam mengisi Ramadhan dari zaman ke zaman. Jika dahulu kala Ramadhan benar-benar menjadi momentum untuk menempa fisik dan mental secara intensif. Kemudian lahir jiwa-jiwa pejuang yang siap mengusung beban dakwah Islam, maka hal tersebut sekarang mulai ditinggalkan. Jika Rasulullah sallallahu alaihi wasallam dan para sahabat mengisi ramadhan dengan berbagai amalan shalih, ummat islam hari ini nyaris mengisi Ramadhan dengan hal-hal yang sia-sia dan bahkan perbuatan dosa.
Kebanyakan mereka membagi waktunya menjadi tiga bagian besar selama Ramadhan. Yaitu, pertama bermalas malasan dan tiduran di siang hari, kemudian makan sekenyang kenyangnya dan bergembira mencari hiburan di malam hari. Barangkali inilah kunci mengapa Ramadhan nyaris tak membuat perubahan bagi umat kita di hari-hari ini.
Maka, jika ummat islam ingin membuat perubahan pada diri dan masyarakat, harus meninggalkan berbagai perbuatan sia-sia dan cenderung pada dosa. Karena hal itu akan mengurangi pahal puasa seseorang. Diantara perbuatan tersebut kami rincikan sebagai berikut :
Mengisi Ramadahan dengan banyak tidur
Kita sering mendengar ada sebagian da'i yang menyampai kan bahwa tidur orang yang berpuasa adalah ibadah. Bahkan dikatakan ini adalah sabda Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam. Sehingga dengan penyampaian semacam ini, orang-orang pun akhirnya bermalas-malasan di bulan Ramadhan bahkan mereka lebih senang tidur daripada melakukan amalan karena termotivasi dengan hadits tersebut. Hadist tersebut berbunyi;
"Tidurnya orang yang berpuasa adalah ibadah. Diamnya adalah tasbih. Doanya adalah doa yang mustajab. Pahala amalannya pun akan dilipatgandakan"
Padahal hadits ini adalah hadits yang dhoy. Syaikh Al Albani dalam Ahah Adh Dho yah no. 4696 mengatakan bahwa hadis ini adalah hadits yang dhew (lemah),
Sekiranya benar bahwa tidurnya orang berpuasa adalah ibadah, tentu kita tidak akan pernah mendengar kisah betapa bersemangatnya para sahabat dan salatus sholeh dalam menyambut dan mengisi ramadhan. Bukan hanya dengan puasa dan amal kebaikan, bahkan banyak peristiwa jihad juga terjadi pada bulan ramadhan. Perang Badar dan Fathul Makkah adalah sekian dari banyak kancah jihad yang sukses ditorehkan sebagai kemenangan oleh kaum muslimin. Begitu pula begitu lengkap dalam hadits diungkap kesibukan Rasulullah SAW dan masyarakatnya dalam mengist Ramadhan. Diibaratkan pula bagaimana beliau mengikat kain sarungnya di sepuluh malam yang terakhir sebagai pertanda kesungguhan dalam ibadah dan mengurangi tidur? Maka semestinya contoh contoh seperti inilah yang kita tiru dalam hari-hari Ramadhan kita yang segera menjelang nanti.
Meski demikian, tidurnya orang yang berpuasa di siang hari dengan tujuan untuk menguatkan badan agar mampu untuk shalat tarawih dan tilawah di malam harinya, maka hat tersebut berpahala dan dinilai (badah.
Ibnu Rajab pun menerangkan hal yang sama, "Jika makan dan minum diniatkan untuk menguatkan badan agar kuat ketika melaksanakan shalat dan berpuasa, maka seperti inilah yang akan bernilai pahala. Sebagaimana pula apabila seseorang berniat dengan tidurnya di malam dan siang harinya agar kuat dalam beramal, maka tidur seperti ini bernilai ibadah." (Lotho if Al Ma'arif, 279-280)
Pelamplasan saat berbuka
Puasa adalah sarana untuk menahan hawa nafsu untuk makan dan minum, berbicara kotor dan ghibah serta hal hal yang tidak disenangt islam lainnya. Jika seseorang berhasil dalam menahan nafsu terasbut, maka keindupannya di bulan Ramadhan akan tambah trit, sehat dan peuh berkah.
Tetapi pada kenyataannya berbeda. Begitu waktu berbuka tiba, berbagai macam makanan tersedia bahkan makanan yang biasanya tidak ada maka diada adakan dan hampir semuanya masuk perut. Akibatnya ia akan merasa kekenyangan sehingga malas untuk shalat magrib isya bahkan shalat tarawij terlewatkan. Kalaupun dilaksanakan, dilakukan dengan waktu yang telat dan terpaksa karena malas kekenyangan. Maka sia sialah perjuangannya selama siang hari
Rasulullah sallallahu alaihi wasallam telah mencontulikan pada kita tentang berbuka puasa. Dalam sebuah hadit disebutkan,
Dari Salman ibnu Aamir, Sesungguhnya Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Jika salah seorang diantara kalian akan berbuka puasa, maka berbukalah dengan kurma sebab kurma itu berkah, kalau tidak ada maka dengan air karena air itu bersih dan suci (HR. Abu Daud dan Tirmidzi)
Rasulullallah telah mencontohkan untuk berbuka dengan kurma secukupnya. Jika tidak ada maka dengan air. Dan buka puasa dengan cara ini akan membuat badan kita sehat. Sebaliknya, buka puasa dengan memakan makanan yang berada di atas meja hingga kekenyangan, akan mengakibatkan lemahnya badan. Akhirnya timbul kemalasan hingga luput darinya berbagai kebaikan di malam bulan Ramadhan.
Ngabuburit jalan-jalan
Kini tradisi menunggu waktu buka puasa dan jalan jalan pagi setelah shalat subuh, bukan hanya terjadi dikota kota besar Tetapi kebiasaan tersebut telah merambah ke perkampungan Mereka berkumpul atau bergerombol dipinggir jalan ataupun di alun alun (lapangan). Yang prianya mengganggu orang lain bahkan terkadang melemparkan mercon (petasan) kepada pengendara kendaraan yang lewat. Sedangkan wanitanya menggunakan celana pendek kaos singlet sehingga auratnya terlihat oleh siapa saja yang melihatnya. Lebih dari itu, ada yang berangkulan pria dan wanita mojok ditaman taman.
Alangkah baiknya jika dalam menunggu waktu berbuka ita gunakan untuk membantu orang tua menyiapkan makanan atau diisi dengan ibadah zikir, baca qur'an, mendengar ceramah dan hal lainya yang bermanfaat. Bukan dengan berbagai amalan yang dibenci Islam dan merusak puasa kita.
Masih banyak lagi perbuatan sia-sia seperti main catur, kartu domino, nonton TV, bermain game mendengar musik dan semacamnya dengan dalih untuk menghilagkan kejenuhan sambil mengisi waktu luang menunggu waktu berbuka puasa. Semua itu harus ditinggalkan jika menginginkan puasanya diterima disisi Allah Ta'ala. Rasulullah sallallahu alaihi wasallam bersabda, yang artinya
"Barangsiapa tidak meninggalkan ucapan dusta, perbuatan dosa, dan (ucapan atau perbuatan) kebodohan, niscaya Allah tidak memerlukan usaha dirinya dalam meninggalkan makanan dan minuman (shaum)." (HR. Bukhari no. 6057, Ibnu Majah no. 1689, dan Ahmad no. 8529]).
Sedangkan perbuatan dan ucapan kebodohan dalam hadist di atas adalah setiap perbuatan dan ucapan yang mengandung kemaksiatan akan merusak pahala seseorang. Maka tinggal kita, apakah puasa kita ingin mendapatkan balasan yang besar, atau hanya mendapatkan lapar dan dahaga? Jika menginginkan pahala yang besar maka wajib bagi kita meninggalkan berbagai perbuatan dosa. Karena amat rugilah orang yang melewatkan Ramadhan tanpa mendapatkan pahala sedikitpun.
Semoga Ramadhan kita diberkahi oleh Allah Ta'ala.
0 Comments :
Posting Komentar