Tingkatan Orang yang Berpuasa


Jika ditanya sudah berapa kali anda berpuasa Ramadhan? Tentu kita bisa menjawab dengan hitungan yang sederhana. Akan tetapi jika pertanyaan itu diteruskan, apa hasil puasa anda? Terhadap pertanyaan tersebut, kita sulit memberi jawabannya. Kenapa demikian? Mungkin karena sudah berkali-kali kita melakukan puasa di bulan Ramadhan, tetapi belum ada pengaruh pada diri kita menuju perubahan.

Ramadhan dijadikan Allah Ta'ala sebagai bulan penggemblengan, untuk menjadikan seseorang menjadibertakwa. Tapi anehnya banyak kaum muslimin yang tidak merasakan pengaruh puasa di bulan Ramadhan, kecuali hanya sekedar menyelesaikan kewajiban. Bahkan puluhan kali masuk di bulan Ramadhan akan tetapi tidak bisa mengambil hikmah Ramadhan.

Ada tiga tingkatan seseorang dalam berpuasa. Tingkatan tingkatan tersebut adalah:

Pertama Mereka yang di kelompokan orang awam (yaitu kelompok kebanyakan orang). Mereka melaksanakan puasa hanya sekedar menahan lapar dan dahaga serta hubungan seksual di siang hari bulan ramadahan. Mereka tidak melakukan persiapan keilmuan, malas membaca al Qur'an, menyia-nyiakan waktu dan gemar bicara sia-sia dan dusta di bulan Ramadahan. Rasulullah sallallahu alaihi wasallam bersabda:

Barang siapa tidak meninggalkan perkataan yang bohong dan melakukannya, maka sebenarnya Allah tidak menganggap perlu kepada orang itu untuk meninggalkan makanan dan minumannya." (HR. Imam Ahmad dan Bukhori dll).

Kedua : Adalah mereka yang selain menahan lapar dan dahaga pada siang hari dan menahan yang membatalkannya, mereka juga menjaga lisan, mata, telinga, hidung dan anggota badan dari perbuatan maksiat dan sia-sia. Mereka menjaga lisannya dari berkata bohong, kotor, kasar dan segala hal yang menyakitkan hati orang lain. Mereka hanya berkata yang baik dan benar atau diam.

Bagi mereka yang sering berkata kotor dan mengandung dosa, moment Ramadhan menjadi moment yang paling baik untuk mengubah diri. Dengan Ramadhan, ia akan merubah dirinya agar tidak berbicara kecuali dengan perkataan yang baik. Apa yang ia ucapkan hanyalah perkataan-perkataan yang baik nan bermanfaat. Perkataan yang baik adalah sedekah, Menjaga lisan adalah jalan untuk masuk surga dan selamat dari api neraka.

Mereka juga menjaga mata dari melihat segala sesuatu yang dilarang syariat agama. Matanya tidak dibiarkan liar memandang aurat perempuan atau lelaki yang tidak halal. Baik secara langsung atau melalui tontonan televisi,gambar dan foto, Mereka sadar bahwa mata adalah panahnya setan. Membidik apa saja dan nafsu manusia cenderung membenarkan dan mengikutinya.

Tak kalah pentingnya adalah menjaga telinga dari mendengarkan segala sesuatu yang menjurus kepada maksiat. Mereka tidak asyik duduk bersama orang-orang yang terlibat dalam perbincangan sia-sia. Termasuk dalam perbuatan sia sia adalah mendengarkan lagu-lagu yang syairnya yang tidak mengantarkannya kepada menganggungkan Allah. Mereka juga meningalkan lantunan para penyair yang menghamburkan kata-kata tanpa makna.

Mereka segera meningalkan orang-orang yang sedang ghibah, apalagi memfitnah. Karena mereka sadar bahwa orang yang menghibah dengan orang yang mendengarkan ghibah itu sama nilai dosanya. Maka alternatifnya hanya dua, yaitu mengingatkan atau meningalkan majelis tersebut.

Dalam hal ini Allah berfirman

"maka janganlah kamu duduk beserta mereka, sehingga mereka memasuki pembicaraan yang lain. Karena sesungguhnya (kalau kamu berbuat demikian), tentulah kamu serupa dengan mereka. (QS an-Nisa': 140).

Pada ramadhan, mereka menutup telinganya rapat-rapat dari segala suara yang dapat menggangu konsentrasinya dalam mengingat Allah. Sebaliknya mereka membuka telinganya lebar-lebar untuk mendengarkan ayat-ayat suci al Qur'an, mendengarkan majelis ta'lim, mendengarkan kalimat kalimat tayyibat dan nasehat-nasehat agama. Ketekunan dan kesibukan menyimak kebaikan dengan kesendiriannya akan mengarungi kecenderungan mendengar sesuatu yang sia-sia, apalagi yang merusak nilai ibadahnya.

Selebihnya, mereka juga mejaga seluruh tangan, kaki, dan seluruh anggota tubuhnya dari segala yang dilarang syar'iat. Mereka menjaga tangannya dari sesuatu yang yang tak halal. Mereka juga mengendalikan kakinya dari melangkah ke perbuatan yang haram. Demikian juga terhadap perutnya, mereka menjaga agar hanya terisi dengan makanan yang halal saja. Baik ketika sahur ataupun pada waktu berbuka puasa.

Jika kaum islam berpuasa seperti puasa kelompok yang kedua ini, sungguh akan terjadi perubahan luar bisa. Perubahan tingkah laku, perilaku, dan tindakan. Jika perubahan itu dilakukan oleh sebuah masyarakat yang hidup dalam sebuah negara yang bernama Indonesia, maka revolusi moral pasti akan terjadi secara nyata. Tak perlu dibentuk komisi anti korupsi, karena sudah tidak ada lagi pelakunya.

Ketiga: Mereka yang berada dalam kategori khusus atau khowas. Mereka tidak hanya menjaga teling, mata, lesan, kaki, dari segala yang menuju maksiat kepada Allah. Akan tetapi mereka menjaga hati mereka dari selain mengingat Allah. Mereka mengisi rongga hatinya hanya untuk mengignat Allah saja. Mereka tidak menyisakan dalam hatinya ruang sedikitpun untuk mengigat duniawi. Mereka benar-benar mengkontrol hatinya dari segala detakan niat yang menjurus kepada urusan duniawi.

Pada posisi dimanakah diri kita? Jika pada Ramadhan bulan lalu kita masih pada posisi pertama, yaitu hanya mampu untuk menahan yang membatalkan puasa saja, sementara masih banyak maksiat yang kita lakukan, maka ramadhan ini harus ada perubahan. Paling tidak kita berusaha untuk meninggalkan berbagai amalan yang merusakkan amalan puasa. Apa artinya berlapar-laparnya kita jika nilai puasa kita tidak ditulis pahala oleh Allah Ta'ala? Mari jadikan moment Ramadhan sebagai titik tolak perubahan diri menuju pribadi yang bertakwa.

About Al Inshof

Al Inshof adalah blog yang memberikan kejernihan dalam menimbang hidup. Islam adalah agama tengah tengah. Tidak berlebih lebihan namun juga tidak menyepelekan.

0 Comments :

Posting Komentar