Ketika menunggu datangnya imam untuk shalat berjamaah, sering kita
saksikan sebagian kaum muslimin justru asyik ngobrol sambil berdiri.
Mereka tidak menyadari bahwa sejatinya mereka telah melakukan dua
kesalahan: pertama, meninggalkan amalan sunah yang bisa dikerjakan
antara adzan dan iqamah. Kedua, mengganggu orang lain yang sedang
mengerjakan sunah-sunah tersebut.
Beberapa amalan sunah yang dicontohkan oleh Rasulullah untuk dikerjakan oleh umatnya antara adzan dan iqamah, diantaranya:
Shalat tahiyatul masjid dan shalat rawatib
Shalat Tahiyatul Masjid adalah shalat untuk
menghormati masjid. Sebagai tempat suci, masjid selayaknya mendapatkan
penghormatan dari seorang Muslim yang akan melakukan aktivitas ibadah di
tempat itu. Karena Rasulullah saw pernah bersabda:
إِذَا دَخَلَ أَحَدُكُم المَسجِدَ فَلاَ يَجِلسَ حَتَّى يُصَلِّيَ رَكعَتَينِ
Jika salah seorang di antara kalian masuk masjid, maka janganlah duduk sebelum shalat dua rakaat. (Muttafaq’ alaih)
Salah seorang sahabat pernah masuk ke Masjid Nabawi ketika Rasulullah
saw sedang menyampaikan khutbah jumat, lalu dia langsung duduk. Beliau
menyuruhnya berdiri untuk mengerjakan shalat dua rakaat. Kemudian beliau
menyatakan bahwa masjid-masjid itu memiliki kesucian dan kehormatan,
bahwa ia memiliki hak tahiyat atas orang yang memasukinya yaitu dengan
cara mengerjakan shalat dua rakaat sebelum duduk.
Mengerjakan shalat ketika memasuki masjid, dengan niat apapun, telah
dianggap sebagai penghormatan terhadap masjid. Akan tetapi, akan lebih
baik jika shalat Tahiyatul Masjid dikerjakan secara terpisah dari
shalat-shalat lainnya. Artinya, seseorang yang baru masuk masjid,
sebaiknya mengerjakan shalat Tahiyatul Masjid dulu, baru mengerjakan
shalat-shalat lainnya. Namun jika waktu tidak mencukupi untuk
menyendirikan shalat Tahiyatul Masjid, misalnya waktu yang tersedia
hanya mencukupi untuk dua rakaat saja, maka Tahiyatul Masjid dapat
digabung dengan shalat lainnya. Misalnya mengerjakan shalat qabliyah
Subuh (Shalat Fajar) sekaligus diniatkan shalat Tahiyatul Masjid. Imam
Nawawi menyebutkan, tidak ada khilaf diantara ulama’ dalam permasalahan
ini.
Shalat Tahiyatul Masjid disyariatkan kapanpun waktunya meskipun pada waktu larangan shalat, demikian menurut pendapat ulama yang paling shahih berdasarkan keumuman hadits Nabi saw. Larangan
mengerjakan shalat pada waktu-waktu tertentu seperti sebelum matahari
terbit dan setelah shalat Ashar hanyalah berlaku untuk shalat sunah
mutlaq. Sedangkan mengerjakan shalat sunah yang ada sebabnya seperti
shalat Tahiyatul Masjid, atau shalat jenazah maka tidak ada larangan.
Waktu antara adzan dan iqamah juga bisa kita manfaatkan untuk
mengerjakan shalat sunah rawatib qabliyah (yang dikerjakan sebelum
shalat fardhu). Faidah rawatib ini ialah untuk menutupi (melengkapi) kekurangan yang terdapat pada shalat fardhu. Mengenai fadhilahnya, Rasulullah pernah bersabda:
Tidak ada seorang hamba muslim yang melaksanakan shalat karena
Allah setiap hari dua belas rakaat sunah bukan fardhu, kecuali Allah
akan membangunkan untuknya rumah di Surga, atau dibangunkan untuknya
rumah di Surga. (HR. Muslim dan Tirmidzi). Beliau menambahkan: Empat
rakaat sebelum dhuhur, dua rakaat sesudahnya, dua rakaat sesudah
maghrib, dua rakaat sesudah Isya’, dan dua rakaat sebelum Subuh.
Berdoa kepada Allah
Tempat mengadu, meminta, dan kembali segala urusan bagi orang beriman
hanyalah Allah. Rasulullah memberitahukan waktu-waktu yang mustajab
untuk menghadap dan memohon kepada Allah. Diantara waktu yang mustajab untuk berdoa adalah antara adzan dan iqamah, berdasarkan sabda Rasulullah saw:
لَا يُرَدُّ اَلدُّعَاءُ بَيْنَ اَلْأَذَانِ وَالْإِقَامَةِ
“Tidak akan ditolak doa yang dipanjatkan antara adzan dan iqamah” (HR. Nasa’i, Ibnu Khuzaimah dan At Tirmidzi)
Doa yang kita panjatkan pada waktu tersebut pasti akan dikabulkan
oleh Allah, mestinya setelah kita kerjakan rukun, syarat dan adabnya.
Jika kita telah berdoa dengan kekhusyu’an hati, merendahkan diri di
hadapan Sang Penguasa, menghadap kiblat, dalam kondisi suci dari hadats,
mengangkat kedua tangan, memulai dengan tahmid (pujian kepada Allah),
kemudian membaca shalawat atas Muhammad. Kemudian bertobat dan
beristighfar sebelum menyebutkan hajat, bersungguh-bersungguh dalam
memohon dengan penuh kefaqiran, dibarengi dengan rasa harap dan cemas,
bertawasul dengan nama-nama dan sifat-Nya serta mentauhidkan-Nya, maka
doa seperti itu akan didengar oleh Allah dan hampir tidak tertolak
selamanya.
Diantara doa yang dituntunkan adalah permohonan kepada Allah ‘afiah (keselamatan) di dunia dan akherat. Sebagaimana sabda beliau:
“Doa tidak ditolak antara azan dan iqamah. Mereka bertanya,
‘Lantas apa yang kami katakan wahai Rasulullah?’ Beliau bersabda,
‘Mohonlah kepada Allah ‘afiah (keselamatan) di dunia dan akhirat.” (HR. At Tirmidzi)
Sayangnya waktu mustajab ini sering disalahgunakan sebagian umat
Islam yang kurang mengerti atau menyepelekan sunah, sehingga diisi
dengan hal-hal yang tidak baik dan tidak dianjurkan Islam, membicarakan
urusan dunia atau hal-hal lain yang tidak bernilai ibadah. Wallahul
Musta’an
0 Comments :
Posting Komentar