Kejadian warung nasi (warteg) milik Bu Saini seperti bola salju yang kian membesar. Drama yang dilakukan oleh sekelompok oknum media ini menunjukkan bukti ketidakjujuran media. Unsur setingan yang dilakukan mencoba membuat opini yang ujung-ujungnya menyeret seseorang pada kepentingan tertentu.
NOVIS Sugiawan, seorang aktivis di Serang menuliskan hasil penelusurannya ketika berkunjung ke warung makan Mak Saeni.
Berikut adalah catatan Novis yang dapat dibaca juga dari dari facebook-nya, Jumat (17/6/2016).
“Malam ini saya bersama tokoh masyarakat mengunjungi salah satu warung makan ibu saeni, yg sedang menjadi berita nasional dan berimbas kepada isu pencabutan perda syariah. Kebetulan saya tinggal di lingkungan cikepuh kota serang banten, dan jarak antara rumah saya dengan warteg yg di razia satpol pp hanya berjarak 50M.
Malam ini kami bertemu pak alex suami dr bu saeni, saya meminta klarifikasi beliau antara fakta yg terjadi dengan isu yg beredar di masyarakat. Bu saeni memiliki 3 warteg di kota serang : cikepuh, tanggul, kaliwadas. 1 tempat warteg ibu saeni ada yg sewa 7.5jt per tahun, ada juga yg kurang lebih sampai 10-15jt pertahun. Untuk ukuran usaha seperti ini tergolong usaha menengah karena beliau mampu mengelola dengan baik, dan tidak bisa juga dikatakan usaha kecil seperti yg diberitakan. Saya mencoba investigasi kebenaran berita yg beredar, saya menemukan fakta dan saksi bahwa pada saat razia berlangsung ibu saeni diminta salah satu oknum media untuk menangis histeris seolah-olah terdzolimi dan terkesan satpol pp mengacak2 dagangannya.
Padahal faktanya satpol pp menyita semua makanan dan berharap ibu saeni datang ke kantor satpol pp untuk pembinaan dan pengarahan, untuk tidak membuka warung sesuai waktu yg ditetapkan pemkot serang yaitu sekitar pukul 16.00 wib dan seluruh makanannya di kembalikan. Namun ibu saeni tidak datang ke kantor satpol pp, selang beberapa hari kemudian ibu saeni di setting oleh oknum awak media beliau sakit dan terbaring di kasur yg tergeletak dilantai dan kumuh, seolah2 jatuh miskin dan tak punya apa2, padahal 2 warteg nya masih aktif berjualan, dan media memblow up seolah2 ibu saeni terdzolimi oleh razia satpol pp karena penegakan perda syariah, sehingga ada juga settingan provokasi awal untuk penggalangan dana sehingga masyarakat luas mengikuti penggalangan dana atas dasar kemanusiaan karena tindakan kejam pemkot atas penegakan syariat islam di bulan ramadhan.
Pada kasus Bu Saini, jelas terlihat kepentingan sekelompok golongan yang ingin mencoba memojokkan Islam.
Dari sini saya mengambil kesimpulan bahwa ini adalah settingan oknum yg ingin perda syariah di cabut. Menurut pengakuan pak alex dana yg terkumpul kata seseorang koordinator penggalangan dana sebesar 200jt an lebih, namun yg diterima hanya 172 juta rupiah, lalu kemana sisa nya? Pak alex menuturkan sisanya kata pengkoordinirnya untuk membantu warung-warung yg kena razia juga. Saya agak mikir disini benarkah uangnya untuk membantu yg lain? Atau di nikmati oleh segelintir orang? Yg penting Harus ada kejelasan laporannya.
Dan isu yg terakhir berkembang adalah isu pengusiran ibu saeni dr kampung cikepuh, isu ini juga tidak dapat di benarkan, karena sampai saat ini ibu saeni masih tinggal di warteg nya, hanya di beri peringatkan oleh warga agar jangan membuka warung di siang hari, apabila masih buka maka warga tidak mengizinkan tinggal di wilayah cikepuh. Jadi saya ingin meluruskan:
1.bahwa ibu saeni bukan orang susah seperti yg di beritakan
2. Tidak ada pengusiran oleh warga cikepuh thd ibu saeni
3. Ibu saeni di setting oleh oknum media untuk menjadi batu loncatan agenda terselubung.
3. Adanya kesengajaan isu nasional untuk mencabut perda-perda syariah di seluruh wilayah indonesia.
4. Ini adalah proxy war yg dibuat oleh kelompok2 tidak bertanggung jawab sehingga memecah belah NKRI dan khususnya umat islam.
Salam saya
Ketua umum pemuda Lira DPW Banten
Novis sugiawan S.Sos.i []
0 Comments :
Posting Komentar