Penjelasan Taawudz

 

Makna bacaan Ta’awwudz

أَعُوْذُ بِاللِه مِنَ الشََّيْطَانِ الرَّجِيْمِ

Artinya: “Aku berlindung kepada Allah dari godaan syaitan yang terkutuk.” Maknanya: “Aku berlindung kepada Allah dari kejelekan godaan syaitan agar dia tidak menimpakan bahaya kepadaku dalam urusan agama maupun duniaku.” Syaitan selalu menempatkan dirinya sebagai musuh bagi kalian. Oleh sebab itu maka jadikanlah diri kalian sebagai musuh baginya. Syaitan bersumpah di hadapan Allah untuk menyesatkan umat manusia. Allah menceritakan sumpah syaitan ini di dalam Al Quran,

قَالَ فَبِعِزَّتِكَ لَأُغْوِيَنَّهُمْ أَجْمَعِينَ إِلَّا عِبَادَكَ مِنْهُمُ الْمُ

“Demi kemuliaan-Mu sungguh aku akan menyesatkan mereka semua, kecuali hamba-hamba-Mu yang terpilih (yang diberi anugerah keikhlasan).” (QS. Shaad: 82-83) Dengan demikian tidak ada yang bisa selamat dari jerat-jerat syaitan kecuali orang-orang yang ikhlas. Isti’adzah/ta’awwudz (meminta perlindungan) adalah ibadah. Oleh sebab itu ia tidak boleh ditujukan kepada selain Allah. Karena menujukan ibadah kepada selain Allah adalah kesyirikan. Orang yang baik tauhidnya akan senantiasa merasa khawatir kalau-kalau dirinya terjerumus dalam kesyirikan. Sebagaimana Nabi Ibrahim ‘alaihis salam yang demikian takut kepada syirik sampai-sampai beliau berdoa kepada Allah,

ً وَاجْنُبْنِي وَبَنِيَّ أَن نَّعْبُدَ الأَصْنَامَ

“Dan jauhkanlah aku dan anak keturunanku dari penyembahan berhala.” (QS. Ibrahim: 35) Ini menunjukkan bahwasanya tauhid yang kokoh akan menyisakan kelezatan di dalam hati kaum yang beriman. Yang bisa merasakan kelezatannya hanyalah orang-orang yang benar-benar memahaminya. Syaitan yang berusaha menyesatkan umat manusia ini terdiri dari golongan jin dan manusia. Hal itu sebagaimana disebutkan oleh Allah di dalam ayat:

وَكَذَلِكَ جَعَلْنَا لِكُلِّ نِبِيٍّ عَدُوّاً شَيَاطِينَ الإِنسِ وَالْجِنِّ يُوحِي بَعْضُهُمْ إِلَى بَعْضٍ زُخْرُفَ الْقَوْلِ غُرُوراً

“Dan demikianlah Kami jadikan musuh bagi setiap Nabi yaitu (musuh yang berupa) syaithan dari golongan manusia dan jin. Sebagian mereka mewahyukan kepada sebagian yang lain ucapan-ucapan yang indah untuk memperdaya (manusia).” (QS. Al An’aam: 112) (Diringkas dari Syarhu Ma’aani Suuratil Faatihah, Syaikh Shalih bin Abdul ‘Aziz Alus Syaikh hafizhahullah).



Hukum Membaca Ta'awudz

Para ulama berbeda pendapat tentang hukum membaca taawudz.

Pendapat pertama

Pendapat pertama menyatakan bahwa taawudz wajib dibaca oleh imam shalat, makmum, dan munfarid atau orang yang shalat sendirian, baik dalam shalat fardhu maupun dalam shalat sunnah. Ini adalah pendapt Ibnu Hazm. (Al-Muhhalla, Ibnu Hazm, 3/247)

Dalilnya adalah firman Allah ‘azza wajalla,

فَإِذَا قَرَأْتَ الْقُرْآنَ فَاسْتَعِذْ بِاللَّهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِ

“Apabila kamu membaca Al Quran hendaklah kamu meminta perlindungan kepada Allah dari syaitan yang terkutuk.” (QS. An-Nahl: 98)

Ayat ini menjelaskan bahwa Allah ‘azza wajalla memerintahkan untuk meminta perlindungan kepada Allah ‘azza wajalla ketika membaca al-Quran. Dan ini bersifat umum, baik di dalam maupun di luar shalat. Perintah menunjukkan kewajiban sehingga ayat ini menunjukkan wajibnya taawudz ketika membaca al-Quran dalam shalat.

Pendapat kedua

Pendapat kedua menyatakan, taawudz hukumnya sunnah untuk dibaca oleh imam shalat, makmum, dan munfarid atau orang yang shalat sendirian, baik dalam shalat fardhu maupun dalam shalat sunnah. Ini adalah pendapat Abu Yusuf, ulama fikih dari mazhab Hanafi, mazhab Syafii, dan mazhab Hanbali. (Al-Mabsuth, as-Sarkhasi, 1/13; Badai’ush Shana’i’, Al-Kasani, 1/202)

Dalilnya, hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang berkata kepada orang Badui yang shalatnya terlalu cepat, “Jika kamu shalat maka bertakbirlah, kemudiann bacalah al-Quran yang ringan bagimu, kemudian rukuklah hingga kamu tenang ketika sedang rukuk…” (Shahih al-Bukhari, 1/184; Shahih Muslim, 1/298)

Pendapat ketiga

Pendapat ketiga menyatakan bahwa membaca taawudz hukumnya sunnah bagi imam dan munfarid atau orang yang shalat sendirian, bukan bagi makmum. Ini adalah pendapat imam Abu Hanifah dan Muhammad bin al-Hasan. (Tuhfatul Fuqaha, Alauddin as-Samarkandi, 2/172; Al-Bahru ar-Raiq, 1/310)

Pendapat in berdalil dengan dalil yang digunakan oleh pendapat pertama dan kedua. Alasan yang menunjukkan tidak disyariatkannya taawudz bagi makmum adalah bahwa taawudz itu mengikuti bacaan al-Quran. Ia hanya disyariatkan untuk memulai membaca al-Quran agar terhindar dari was-was setan, sehingga ia menjadi syarat untuk membaca al-Quran, sedangkan makmum tidak membaca al-Quran (Badai’ush Shana’i’, Al-Kasani, 1/202-203). Jadi, taawudz hanya dihukumi sunnah bagi makmum.

Pendapat keempat

Pendapat keempat menyatakan bahwa membaca taawudz hukumnya sunnah dalam shalat sunnah, tidak dalam shalat fardhu. Ini adalah pendapat sebagian mazhab Maliki. (Al-Mudawwanah al-Kubra, 1/64)

Dalilnya, Anas bin Malik meriwayatkan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, Abu Bakar ash-Shiddiq radhiyallahu ‘anhu, dan Umar bin Khattab radhiyallahu ‘anhu biasa memulai al-Fatihah dengan,

الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ

“Segala puji bagi Allah Rabb semesta alam.” (Shahih al-Bukhari, 1/181)

Riwayat ini menjelaskan bahwa Nabi, Abu Bakar, dan Umar langsung membaca al-Fatihah tanpa membaca taawudz. Ini menunjukkan tidak disyariatkannya membaca taawudz dalam shalat fardhu.

Dari keempat pendapat tersebut pendapat yang paling kuat adalah pendapat kedua, membaca taawudz ketika membaca al-Fatihah dalam shalat hukumnya adalah sunnah. Ini berlaku bagi imam shalat, makmum, dan munfarid atau orang yang shalat sendirian, baik dalam shalat sunnah ataupun dalam shalat fardhu. Wallahu a'lam

**********************************************************************************

LAFADZ-LAFADZ TA'AWUDZ YANG DISUNNAHKAN DIBACA

Ada beberapa ragam bacaan taawudz yang disunnahkan untuk dibaca ketika membaca al-Fatihah dalam shalat. Lafadz-lafadz tersebut adalah:

LAFAZ PERTAMA

أَعُوْذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِ

“Aku berlindung kepada Allah dari (godaan) setan yang terkutuk.” LAFAZ ini berasal dari firman Allah ‘azza wajalla,

فَإِذَا قَرَأْتَ الْقُرْآنَ فَاسْتَعِذْ بِاللَّهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِ

“Apabila kamu membaca Al Quran hendaklah kamu meminta perlindungan kepada Allah dari syaitan yang terkutuk.” (QS. An-Nahl: 98)

Ini adalah pendapat jumhur mazhab Hanafi, mazhab Syafii, mazhab Hanbali, dan mazhab Ibnu Hazm. (Badai’ush Shanai’, Al-Kasani, 1/203; Al-Umm, 1/129)

LAFAZ KEDUA

أَعُوْذُ بِاللهِ السَّمِيْعِ الْعَلِيْمِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِ

“Aku berlindung kepada Allah yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui dari (godaan) setan yang terkutuk.”

Bacaan ini berasal dari firman Allah ‘azza wajalla,

وَإِمَّا يَنْزَغَنَّكَ مِنَ الشَّيْطَانِ نَزْغٌ فَاسْتَعِذْ بِاللَّهِ ۖ إِنَّهُ هُوَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ

“Dan jika setan mengganggumu dengan suatu gangguan, maka mohonlah perlindungan kepada Allah. Sesungguhnya Dialah yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (QS. Fushilat: 36)

LAFAZ ini adalah pendapat sebagian ulama mazhab Syafii dan riwayat lain dari Ahmad bin Hanbal. (Al-Majmu’, Imam an-Nawawi, 3/223; Raudhatuth Thalibin, Imam an-Nawawi, 1/240)

LAFAZ KETIGA

إِنَّ اللهَ هُوَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ أَعُوْذُ بِاللهِ السَّمِيْعِ الْعَلِيْمِ مِنَ الشَّيْطَانِ

“Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui, aku berlindung kepada Allah yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui dari (godaan) setan.”

Ini pendapat sebagian mazhab Hanbali. Mereka berdalil dengan ayat sebagaimana pendapat kedua, surat Fushilat ayat 36.

LAFAZ KEEMPAT

أَعُوْذُ بِاللهِ السَّمِيْعِ الْعَلِيْمِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِ إِنَّ اللهَ هُوَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ

“Aku berlindung kepada Allah yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui dari (godaan) setan yang terkutuk, sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.”/br>

Ini adalah pendapat sebagian mazhab Hanbali juga. Mereka berdalil dengan ayat sebagaimana pendapat kedua dan ketiga./br>

LAFAZ KELIMA

أَسْتَعِيْذُ بِاللهِ

“Aku memohon perlindungan Allah.”

Ini pendapat sebagian ulama fikih mazhab Hanafi. (Badai’ush Shanai’, Al-Kasani, 1/203; Al-Hidayah, 1/48)

Mereka berdalil dengan surat an-Nahl ayat 98, sebagaimana pendapat pertama.

Dari kelima pendapat ragam bacaan taawudz di atas, pendapat yang paling kuat menyatakan boleh memilih LAFAZ di atas yang mana pun untuk dibaca. Sebab tidak ada dalil yang mengharuskan membaca taawudz dengan LAFAZ tertentu ketika membaca al-Fatihah dalam shalat. Wallahu a'lam

**********************************************************************************

CARA MEMBACA TA'AWUDZ JAHR ATAU SIRR

Bagaimana cara membaca ta'awudz yang benar, dibaca keras atau lunak? Ini penjelasannya

Shalat Jahr adalah shalat yang bacaan di rekaat pertama dan kedua dibaca dengan bersuara keras. Para ulama berbeda pendapat soal hukum mengeraskan bacaan ta’awudz ketika shalat Jahr.

Pendapat pertama

Pendapat pertama menyatakan bahwa dalam shalat Jahr disunahkan membaca ta’awudz dengan pelan (sirr). Ini adalah pendapat ulama fikih mazhab Hanafi, sebagian pendapat ulama fikih mazhab Syafii, dan mazhab Hanbali. (Al-Furu’, 1/413; Ar-Raudhatul Murbi’, 1/17)

Dalilnya adalah firman Allah ‘azza wajalla,

وَاذْكُرْ رَبَّكَ فِي نَفْسِكَ تَضَرُّعًا وَخِيفَةً وَدُونَ الْجَهْرِ مِنَ الْقَوْلِ بِالْغُدُوِّ وَالْآصَالِ وَلَا تَكُنْ مِنَ الْغَافِلِينَ

“Dan sebutlah (nama) Rabbmu dalam hatimu dengan merendahkan diri dan rasa takut, dan dengan tidak mengeraskan suara, di waktu pagi dan petang, dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang lalai.” (QS. Al-A’raf: 205)

Jadi, asal dari perintah untuk berzikir adalah pelan, sedangkan ta’awudz merupakan bacaan zikir yang harus dibaca pelan juga.

Pendapat Kedua

Pendapat kedua menyatakan bahwa mengeraskan bacaan taawudz ketika shalat Jahr hukumnya adalah sunnah. Argumentasinya, bacaan taawudz itu mengikuti bacaan al-Quran, sehingga dibaca Jahr sebagaimana membaca ‘aamiin’. Ini adalah pendapat lain dalam mazhab Syafii. (Al-Majmu’, Imam an-Nawawi, 3/324; Mughnil Muhtaj, 1/156)

Pendapat Ketiga

Pendapat ketiga menyatakan bahwa ketika shalat Jahr, boleh memilih untuk mengeraskan yang melirihkan bacaan taawudz. Ini adalah pendapat sebagian ulama mazhab Syafi’i namun tidak ada dalil yang dikemukakan oleh pendapat ini.

Pendapat yang paling kuat di antara tiga pendapat di atas adalah pendapat pertama yang menyatakan bahwa tidak disunahkan mengeraskan bacaan taawudz dalam shalat Jahr karena dalilnya lebih kuat. Wallahu a’lam.

**********************************************************************************

KAPAN MEMBACA TA'AWUDZ DALAM SHALAT

Ada dua pendapat ulama fikih tentang kapan waktu membaca taawudz.

Pendapat pertama

waktu membaca taawudz adalah setelah bacaan Istiftah dan sebelum membaca ayat al-Quran dalam shalat. Ini adalah pendapat jumhur; ulama mazhab Hanafi, sebagian mazhab Syafii, dan mazhab Hanbali. (Al-Furu’, 1/413; Al-Muqni’, 28) Dalilnya adalah sebuah hadits yang diriwayatkan dari Abu Said al-Khudhri, “Biasanya jika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melaksanakan shalat malam, berliau bertakbir kemudian membaca,

سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ وَتَبَارَكَ اسْمُكَ، وَتَعَالَى جَدُّكَ، وَلَا إِلَهَ غَيْرَكَ

“Maha suci Engkau, ya Allah. Ku sucikan nama-Mu dengan memuji-Mu. Nama-Mu penuh berkah. Maha tinggi Engkau. Tidak ilah yang berhak disembah selain Engkau.”

Kemudian beliau membaca,

اللَّهُ أَكْبَرُ كَبِيرًا

“Allah Maha Besar dengan sebesar-besarnya.” Kemudian beliau membaca,

أَعُوذُ بِاللَّهِ السَّمِيعِ الْعَلِيمِ مِنْ الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِ مِنْ هَمْزِهِ وَنَفْخِهِ وَنَفْثِهِ

“Aku berlindung kepada Allah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui dari setan yang terkutuk, dari godaan, tiupan dan bisikannya.” (HR. At-Tirmizi No. 225) Imam Al-Haitsami dalam kitab Majma’ az-Zawaid (2/265) mengatakan, “Para perawinya Tsiqah.” Tetapi Imam an-Nawawi melemahkan hadits ini (Al-Majmu’, Imam an-Nawawi, 3/323). Meski demikian, asy-Syaukani berpendapat, “Walaupun hadits ini banyak dikomentari, tetapi ada hadits dari jalur lain di mana sebagian hadits mengatakan sebagian yang lain.” (Nailul Authar, As-Suyuti, 198)

Pendapat kedua

waktu membaca bacaan taawudz adalah setelah membaca al-Quran. Ini diduga adalah pendapat mazhab Zahiri.

Dalilnya firman Allah ‘azza wajalla,

فَإِذَا قَرَأْتَ الْقُرْآنَ فَاسْتَعِذْ بِاللَّهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِ

“Apabila kamu membaca Al Quran hendaklah kamu meminta perlindungan kepada Allah dari syaitan yang terkutuk.” (QS. An-Nahl: 98)

Ayat ini menjelaskan bahwa Allah ‘azza wajalla memerintahkan untuk memohon perlindungan setelah membaca al-Quran. (Al-Mabsuth, as-Sarkhasi, 1/13)

Dari dua pendapat di atas, pendapat yang paling kuat adalah adalah pendapat pertama yang menyatakan bahwa taawudz dibaca setelah istiftah dan sebelum membaca al-Quran. Wallahu a’lam.

**********************************************************************************

APAKAH MEMBACA TA'AWUDZ SETIAP REKAAT?




Dalam hal ini, ada dua pendapat ulama fikih tentang apakah membaca taawudz ketika membaca al-fatihah dalam shalat cukup dibaca sekali atau dibaca pada setiap rekaatnya.

Pendapat pertama

Pendapat pertama menyatakan bacaan taawudz cukup dibaca sekali pada rekaat pertama. Ini pendapat ulama fikih mazhab Hanafi, satu riwayat dalam mazhab Syafii dan sebagian mazhab Hanbali. (Al-Mabsuth, as-Sarkhasi, 1/13; Raudhatuth Thalibin, Imam an-Nawawi, 1/241)

Dalilnya, Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu meriwayatkan,

“Biasanya jika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bangkit untuk rekaat kedua, beliau memulai dengan membaca ‘Alhamdulillahi rabbil ‘alamin’ dan tidak diam (untuk membaca taawudz terlebih dahulu).” (Shahih Muslim, 1/419)

Hadits ini menunjukkan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak diam di antara takbir untuk bangkit dari rukuk dan membaca al-Fatihah pada rekaat kedua. Ini menjadi bukti bahwa beliau tidak membaca taawudz ketika itu.

Kalau beliau membacanya tentu beliau akan diam sejenak, dan kalau itu dilakukan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam niscaya Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu akan menyebutkannya.

Pendapat kedua

Pendapat kedua menyatakan, taawudz dibaca berulang-ulang setiap kali membaca al-Fatihah pada setiap rekaatnya. Ini adalah pendapat sebagian ulama mazhab Syafii, satu riwayat dari Ahmad, Syaikh Ibnu Taimiyah, dan Ibnu Hazm. (Al-Maughni, 1/571; Al-Kafi, 1/140)

Dalilnya, keumuman firman Allah ‘azza wajalla,

فَإِذَا قَرَأْتَ الْقُرْآنَ فَاسْتَعِذْ بِاللَّهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِ

“Apabila kamu membaca Al Quran hendaklah kamu meminta perlindungan kepada Allah dari syaitan yang terkutuk.” (QS. An-Nahl: 98)

Dalam ayat ini, Allah ‘azza wajalla memerintahkan membaca taawudz ketika ingin membaca al-Quran. Ini menuntut pengulangan taawudz ketika mengulang bacaan al-Quran. Dari sini lah, taawudz dibaca pada setiap rekaat shalat. (Al-Mughni, 1/571)

Dari dua pendapat tersebut, pendapat yang paling kuat adalah pendapat pertama yang mencukupkan membaca taawudz pada rekaat pertama, pendapat ini argumentasinya lebih kuat.

Ingin Informasi lengkap tentang Surat Al Fatehah, silakan download aplikasi Kandungan dan Keutamaan Surat Al Fatihah



About admin

Al Inshof adalah blog yang memberikan kejernihan dalam menimbang hidup. Islam adalah agama tengah tengah. Tidak berlebih lebihan namun juga tidak menyepelekan.

0 Comments :

Posting Komentar