Inilah Ridho yang Bermanfaat


Seorang teman yang, kebetulan suaminya sedang di rawat di rumah sakit datang ke pada saya, mengeluhkan betapa suaminya sangat kasihan. Nafasnya bukan hanya tersengal sengal, tetapi bersuara seperti orang ketika sedang ngorok, dan itu sudah berlangsung sangat lama dan kambuhan.

Mereka berdua, sudah berusaha semaksimal mungkin untuk bisa sembuh dari penyakit itu. Berbagai usaha baik yang sifatnya medis, kemudian dengan berbagaai aktivitas sedekah baik di panti atau di tempat tempat lain sebagai wasilah untuk kesembuhannya. Tetapi Allah menghendaki lain. 

Dan saat itu suaminya sedang berada di rumah sakit dan kebetulan kamarnya, bersebelahan dengan kamarku, karena waktu itu aku sedang di rawat di rumah sakit juga. Sehingga aku bisa merasakan penderitaan suaminya dengan mendengar nafasnya.

"Ya, doakan ya, Mas. Doakan yang terbaik untuk suamiku", katanya sambil meninggalkan kamarku dan kembali ke kamar suaminya.

Aku pun berdoa,"Ya, Allah seandainya kehidupan itu baik bagi (aku sebutkan nama suaminya) maka sembuhkanlah ia. Tetapi jika kematian itu lebih baik bagi dia (aku sebutkan nama suaminya) maka wafatkanlah ia segera"

Belum ada 5 menit saya mengakhiri doa itu, tiba tiba ada kegaduhan di kamar sebelahku.

"Segera panggil perawat...cepet... cepet"

"Mas... mas... ", suara isak tangis saya dengar. 

Dan saat itu aku sudah tidak mendengar nafas kamar sebelahku. Berikutnya perawat datang. Isakan dan tangisan terdengar dari istri sang suami tadi.

Aku mencoba menengok kamar sebelah, untuk memotivasi dan memberi support sang istri yang saat itu sedang mendekap suaminya sementara perawat mencoba menangani pasien tadi. Tapi kemudian aku di suruh perawat kembali ke kamar, meski aku bilang aku termasuk saudara si pasien. 

Akhirnya, aku kembali ke kamarku. Suara isak tangis dari sang istri masing terdengar. Dan beberapa menit kemudian jeritan panjang terdengar dari istrinya.

"Maaassss......"

Bukan dari istrinya saja, saya juga mendengar ada jeritan tangis melengking dari orang yang berkunjung di kamar sebelah, mungkin kakak atau adik dari si suami tadi. Lama sekali mereka menangis, menjerit dengan lengkingan yang tinggi.

Bukan karena merasa terganggu dengan suara itu. Aku hanya ingin memberi support kepada si istri yang baru saja berkunjung dan minta doa kepadaku.

"Dek, aku nengok ke kamar sebelah ya. Abah hanya ingin memberi support pada mbak (aku sebutkan nama si istri)", kataku pada anak yang memang jatah dia menemani saya di rumah sakit malam itu.

"Jangan, Bah. Nanti dimarahi lagi sama perawatnya"

"Ndak papa, sebentar aja"

Anakku mencoba melepas infus dari gantungan, kemudian aku ke kamar sebelah. Aku lihat, si istri masih mendekat suaminya yang baru saja meninggal sambil terisak tangis.

"Mbak, yang sabar ya. Mas ini orang baik. Ibadahnya selalunya di masjid, sedekahnya juga baik. Njenengan juga sudah berusaha maksimal dalam berusaha mencari kesembuhan, baik medis maupun yang lainnya. Njenengan tadi juga berharap yang terbaik untuk suami njenengan. Dan yang terbaik itu belum mesti dengan kesembuhan mas (saya sebutkan nama suaminya). Tapi ya inilah hal terbaik yang diberikan Allah kepada suami mbak. Usahan jangan nodai keikhlasan mbak selama ini dengan menjerit - jerit. Gitu ya, Mbak. Sabar ya. Menangis boleh tapi jangan menjerit njerit", aku mengakhiri. Tangisannya mulai reda. Aku hanya berharap dia bisa menerima kenyataan. Aku juga bilang kepada saudaranya agar mereka jangan menangis dengan menjerit njerit, aku minta mereka support kepada sang istri dengan tidak menangis yang histeris juga. Aku kembali ke kamar.

"Mas, doakan yang terbaik untuk mas ...", saya ingat dengan ucapan sang istri sebelum saat dia menjenguk ke kamar saya sebelum suaminya meninggal dunia.

Yang terbaik, saya yakin ketika mengatakan seperti itu dia sadar bahwa yang terbaik itu tidak harus dengan kesembuhan. Karena, obrolan saya dengan dia saat dia berkunjung di kamar saya, ada nada isi obrolannya wanita tadi paham akan hal itu.

Tetapi begitu dia dihadapan pada kenyataan, yang tidak ia inginnkan, yakni suaminya meninggal dunia ternyata tidak mudah konsekuen dengan apa yang dia katakan.

Ridlo ba'dal QOdho, ridho setelah kejadian ini maksudnya. Terkadang seseorang mengucapkan sesuatu tetapi begitu apa yang dia ucapkan itu dibenturkan pada kenyataan yang tidak ia inginkan, ia lari atau lupa dengan apa yang pernah ia katakan.

Karenanya, ibnu Qoyyim Al Jauziyah menjelaskan dalam bukunya Ifhatsatul Lahwan, bahwa ridho ba'dal qodho itulah yang bermanfaat sedangkan ridho sebelum keridhoaan itu dihadapkan pada konsekuensi dari keridhoaan itu, namanya bukan ridho tetapi baru sekedar azzam, semangat untuk ridlho.

Karenanya, Rasulullah mengajarkan doa yang panjang yang salah satunya adalah bahwa Rasululloh minta agar ditumbuhkan dalam dirinya ridho ba'dal qodho.

"Allohumma inni as alukar ridho ba'dal qodho"

Semoga bermanfaat.

About admin

Al Inshof adalah blog yang memberikan kejernihan dalam menimbang hidup. Islam adalah agama tengah tengah. Tidak berlebih lebihan namun juga tidak menyepelekan.

0 Comments :

Posting Komentar